Kemenangan yang diraih oleh Muhammad al-Fatih saat menaklukkan Konstantinopel adalah taufik dari Allah SWT. Ketika cita-cita besar yang menjadi bisyarah Nabi saw. ini menjadi harapan semua Khalifah dan panglima perangnya, tetapi akhirnya seorang pemuda berusia 21 tahun yang berhasil mewujudkannya. Sekaligus melayakkan diri mendapatkan taufik-Nya dalam merealisasikan kabar gembira Nabi-Nya. Dialah Muhammad al-Fatih.
Sebagaimana firman Allah, “Dan Kamu tidak bisa mewujudkan apa yang Kamu kehendaki, kecuali jika Allah berkehendak [mewujudkannya].” [Q.s. at-Takwir: 29]. Cita-cita menaklukkan Konstantinople ini berhasil diwujudkan oleh Muhammad al-Fatih atas izin dan pertolongan Allah, karena beliau telah melayakkan diri untuk mendapatkan taufik-Nya. Kunci sukses Muhammad al-Fatih bukan semata karena kehebatannya, tetapi karena izin dan pertolongan Allah.
Dia menguasai 9 bahasa. Hafal al-Qur’an, mendalami hadits, sirah dan sejarah. Menguasai strategi politik dan militer dengan luar biasa. Ambisius, pekerja keras, sungguh-sungguh dan pantang menyerah. Mempersiapkan diri, baik fisik, mental maupun spiritual di bawah tempaan para syaikh Rabbani yang luar biasa. Sejak baligh hingga wafatnya tak pernah putus mengerjakan shalat malam. Di siang harinya, puasa sunah dilaksanakan dengan istiqamah. Semuanya itu demi melayakkan dirinya meraih predikat sebagai Ni’ma al-Amiru amiruha [sebaik-baik panglima adalah panglimanya], dari panutannya, Nabi Muhammad saw.
Agar pasukannya meraih predikat sebagai Ni’ma al-Jaisy dzalika al-jaisy [sebaik-baik tentara adalah tentaranya], beliau pun menata ulang Pasukan Elit, Inkisari, dengan menempatkan para ulama’ untuk mendidik dan membina mereka. Pasukan Inkisari itu pun mendapatkan tempataan tsaqafah Islam, penguatan spiritual dan taqarrub kepada Allah SWT. Perpaduan mentalitas, spiritualitas dan fisik yang kuat telah menjelma menjadi kekuatan yang menakjubkan.
Tanpa itu, mustahil dalam waktu semalam, 70 kapal bisa diseberangkan dari Selat Bosporus ke Tanduk Emas, melintasi Galata, jika bukan karena kekuatan mentalitas, spiritualitas dan fisik yang luar biasa. Semuanya itu merupakan hasil tempaat para ulama’ yang mendidik Pasukan Inkisari itu. Tidak hanya itu, Muhammad al-Fatih juga membentuk Pasukan Gorong-gorong, yang bertugas membuat terowongan di bawah benteng-benteng yang hendak ditaklukkan.
Dalam waktu yang singkat, tidak kurang 5000 pekerja dipekerjakan oleh Muhammad al-Fatih untuk membangun Benteng di Pesisir Selat Bosporus bagian Eropa, berhadapan dengan Benteng Anatoli Hiseri di Pesisir Selat Bosporus bagian Asia. Benteng yang lebih besar dan kokoh itu diberi nama Rumeli Hiseri, atau Benteng Romawi.
Begitulah, cara Muhammad al-Fatih menjemput taufik-Nya, dan melayakkan diri untuk mendapat izin dan pertolongan-Nya. Hingga kini, di Masjid Jamik-nya, wasiatnya masih terjaga. Pertama, Sepuluh orang Hafidz Quran harus ditugaskan untuk membaca al-Quran setiap hari Jum’at sebelum shalat Jum’at. Kedua, dua puluh orang shalih harus ditugaskan untuk mengkhatamkan al-Quran tiap hari ba’da shalat Subuh. Ketiga, dua puluh orang shalih harus ditugaskan untuk membaca 70.000 kalimat tauhid tiap hari ba’da shalat Subuh. Empat, sepuluh orang harus ditugaskan untuk membaca 10.000 shalawat atas Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam ba’da shalat Subuh.
Wasiat ini terpampang dekat pintu masuk sebelah kiri masjid Fatih. [HAR dari berbagai sumber]